Dua tahun kurang satu hari Patrialis Akbar menjabat Menteri Hukum dan HAM. Ini kementerian yang sibuk, dan menangani isu penting. Dari soal perundang-undangan, administrasi hukum, penjara, imigrasi, hak kekayaan intelektual, sampai Hak Asasi Manusia.
Itu sebabnya sorotan publik ke posisi Menkumham juga tinggi. Misalnya, ketika Patrialis baru menjabat posisi itu dua tahun silam menggantikan Andi Mattalatta, dia dihujani kritik dari berbagai sisi.
"Contoh pada program 100 hari ada orang mengatakan Hukum dan HAM rapornya merah! Merah apanya? Otaknya di mana coba? Sinting saya bilang!" ujar Patrialis. Nada bicaranya tinggi.
Patrialis mengakui banyak yang tidak senang dengan kementerian ini, atau mungkin juga dirinya. "Padahal itu adalah naif," kata mantan anggota DPR dari PAN ini. Dia mencontohkan kritik ke dirinya saat belum sukses membangun Lembaga Pemasyarakatan. Waktu itu dia baru beberapa hari menjabat menteri. "Uangnya saja belum ada dari negara, tapi disebut belum bisa membangun penjara," ujarnya. Dia balik mengkritik media yang membesarkan hal itu. Apalagi divonis, "Patrialis Akbar Rapor Merah".
Dia juga menyebutkan bahwa hinaan itu bisa jadi permainan politik di dalam kementerian juga. "Orang yang mengatakan itu sudah mendapat teguran dari Mensesneg. Kenapa mesti disebarkan di luar," kata politisi kelahiran Padang, Sumatera Barat, 31 Oktober 1958 ini.
Banyak hal disampaikan Patrialis, termasuk 'tantangannya' kepada Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Patrialis menyebut Denny punya andil dalam jatuhnya citra Kementerian. Khusus soal ini, Denny Indrayana sudah menanggapinya.
Lalu mengapa dia diganti? Patrialis menerima wartawan VIVAnews Dedy Priatmodjo untuk wawancara pada Kamis 20 Oktober 2011. Berlangsung larut malam, wawancara itu dilakukan di kediamannya, Kompleks Dinas Hukum dan Militer, Cipinang Muara, Jakarta Timur. Berikut petikan wawancara itu.
Anda pernah mengaku punya program bagus, dan berhasil. Lalu apa pertimbangan SBY mengganti Anda? Alasan politik?Dua tahun saya letakkan diri saya di pemerintah untuk membantu Presiden, kalau Kementerian ini maju maka yang merasakan rakyat, kalau rakyat merasa ada manfaat maka rakyat tahu ada pemerintah. Kalau rakyat tahu ada pemerintah maka pemerintahnya akan didukung, kalau pemerintah didukung stabilitas pemerintah berjalan dengan baik. Sehingga kita tidak perlu khawatir adanya agenda-agenda politik.
Anda terkena reshuffle, apa kira-kira penyebabnya?Dalam persoalan reshuffle ini saya katakan meskipun agak dadakan dan sampai hari ini kadang-kadang susah menjawab pertanyaan ribuan orang, tapi saya katakan ini adalah sesuatu yang terbaik pada diri saya.Kepada pemerintahan Pak SBY dan juga bangsa dan negara ini.
Walaupun sebetulnya terus terang kalangan lembaga politik misalnya teman saya di DPR, lintas partai juga mengucapkan selamat atas kerjasamanya selama ini. Jadi saya tidak melihat sedikitpun adanya kekecewaan dari teman-teman pimpinan partai dan pimpinan DPR selama saya berkomunikasi dengan mereka sebagai pembantu presiden.
Yang membuat saya prihatin, bukan kepada Presiden tapi kepada diri saya sendiri. Kenapa? Saya sudah mempersiapkan konsep-konsep spektakuler lanjutan dari program-program yang akan saya laksanakan 3 tahun ke depan dalam rangka membangun hukum dan penegakan HAM di negara ini dengan berbagai cara. Saya sudah punya konsep spektakuler dan akan saya running terus, per tiga bulan akan saya hebohkan Indonesia ini dengan program besar yang dilakukan Kemenkumham dan saya sudah setting semua jajaran di Eselon I. Jadi saya prihatin kepada diri saya karena tidak bisa menjalankan tugas-tugas itu, bukan untuk kepentingan saya.
Bagaimana kinerja Kementerian di era Anda?Pertama, saya mengubah paradigma. Karena kalau masih menggunakan paradigma lama saya yakin kementerian tak akan jalan. Maka caranya adalah mental, saya selalu menekankan agar semua pegawai bekerja keras, cerdas, tuntas dan ikhlas. Karena di dunia ini tidak mungkin segalanya turun dari langit.
Kedua, masih terkait paradigma, sebagai pemimpin kita ini beda tipis dengan pelayan, tugas kita adalah pelayanan. Jangan gagah-gagahan minta dilayani. Mati bawahannya, habis anggaran karena harus melayani pemimpinnya, seadanya ada. Itu pelayanan internal apalagi ke masyarakat, tentu harus diutamakan.
Ketiga, tidak ada istilahnya santai. Kita punya tanggungjawab, kalau mau ikut perahu saya kerja, kalau tidak minggir. Dirjen kalau saya telepon jam 3-4 pagi harus diangkat tidak boleh tidak. HP standby tidak boleh mati. Karena persoalan Kumham ini besar tidak pernah ada mati persoalannya.
Ini juga ada di LP dan Rutan yang saya temukan ada kasus-kasus sosial kemiskinan. Kadang-kadang persoalannya hanya khilaf dan sudah selesai, tapi polisinya masih saja membesar-besarkan. Sudah ada damai dia (polisi) malah gatel ingin masukkan orang ke penjara karena oknumnya tidak kebagian, tetap dipenjara. Jadi tidak pernah terpikir oleh mereka bagaimana kasus itu diselesaikan oleh masyarakat melalui tokoh adat, pemuka agama.
Tindakan melanggar hukum mesti harus ditindak tapi tidak harus dipenjara dong (ultimum remidium). Kita pakai konsep restorative justice, bagaimana menyelesaikan suatu kasus diluar peradilan, tokoh-tokoh masyarakat banyak, tokoh ada banyak mengapa mereka tidak diajak bicara. Inikan negara beradab bukan biadab, semua itu saya catat.
Kapan terakhir berkomunikasi dengan Presiden terkait kinerja?Saya kira agak sulit karena Presiden sangat sibuk. Saya juga tidak tahu apakah beliau tahu apa yang saya lakukan.
Menkumham sering kena reshuffle, dinamikanya seperti apa?Saya tidak tahu pada masa lalu. Tapi kalau masa saya memang ada saya lihat. Indikasi orang tak senang dengan Kemenkumham ini banyak. Dengan berbagai cara mereka merusak nama Kemenkumham padahal itu naif. Contoh pada program 100 hari ada orang mengatakan Kumham rapor merah! Merah apanya otaknya dimana coba, sinting saya bilang! Masak saya belum berhasil membangun LP?
Baru berapa hari saya jadi menteri uangnya aja belum ada, dimasukkan ke media sayangnya media juga tidak memfilter dibuat besar-besar, 'Patrialis Akbar Rapor Merah', seneng mereka menghina saya. Itukan sinting namanya. Dari mana saya rapor merah? Wah ini sudah mulai permainan politik, dan orang yang mengatakan itu sudah mendapat teguran dari Mensesneg kenapa mesti disebarkan di luar.
Tiba-tiba ada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Mereka meminta izin ke saya untuk ke Rutan Pondok Bambu. Saya tidak tahu ada apa. Kata mereka (Satgas) penting sekali. Tiba-tiba ada penjara mewah Ayin (Artalyta Suryani). Saya baru jadi menteri kok saya yang dituduh bikin penjara mewah itukan sebelumnya sudah begitu, gila gak! Saya dituding lagi. Makanya kemarin saya bilang sama Denny Indrayana, andalah yang menghancurkan Kemenkumham ini yang membuat nama kami selalu jelek. Sekarang anda sudah masuk jadi wakil menteri coba anda perbaiki.
Itu tidak benar, yang di-shoot itu adalah ruangan-ruangan aula, tempat bekerja. Saksinya masih ada, Dirjen nya Pak Untung sekarang pensiun. Beliau mengatakan "Tidak bener Pak, itu fitnahnya aja yang banyak". Saya bilang minta pertanggungjawaban saudara Denny Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Apa kerjanya cuma penjara. Satgas PMH itu bukan di situ kerjanya. Adanya itu di pertambangan, bagaimana minyak kita dieksplorasi kapal per kapal dipindahin. Di situ dong bergeraknya, ini uang receh-recehan saja kok. Kalau pun ada, itupun untuk kesejahteraan mereka, bukan untuk kaya kan. Dari mana itu?
Masuk lagi persoalan saya dianggap melarang sebuah stasiun televisi. Punya apa saya melarang? Dilaporkan saya ke Dewan Pers. Alhamdulillah Dewan Persnya orang baik, Ketua PWI-nya marah betul itu. Kok Menkumham digitukan?
Lalu?
Tiba-tiba muncul masalah remisi. Kok saya dihujat masalah remisi koruptor. Undang-undang mengatakan remisi itu hak napi dibagi dibatasi oleh Peraturan Pemerintah. Masak saya tidak kasih? sementara UU dan PP nya ada, saya dong yang dituntut secara hukum melanggar Ham dong saya. Apa saya mau digantung karena melanggar HAM? Ketika saya melakukan itu saya dituding tidak pro terhadap pemberantasan korupsi. Persoalan hukuman koruptor itu bukan urusan Kumham tapi urusan pengadilan. Kenapa pengadilan tidak menghukum maksimal?
Kenapa pengadilan tidak memiskinkan dia kalaupun semua korupsi merugikan negara. Tugas kami reintegrasi sosial memenuhi hak-hak mereka. Itu akumulasi kepada saya karena saya dianggap begitu saya pertanggungjawaban dunia akherat. Tidak ada satu rupiah pun kami menerima uang remisi. Kami berikan saja haknya. Itukan hak orang, kenapa kami halangi? Makanya remisi harus transparans. Peraturannya terbuka silahkan dibaca, ada tidak yang aneh? Ada tidak yang diistimewakan! Saya dituding.
Ya itulah akumulasi fitnah, saya melihat memang saya digoyang terus. Masak Gayus Tambunan keluar dari Mako Brimob saya disalahkan. Apa masalahnya? Itukan domain polisi. Apalagi pakai paspor palsu bukan Gayus tambunan, namanya orang lain. Mana tahu orang imigrasi orang itu?
Padahal saya hadir tiap rapat di DPR dari pagi sampai malam. Saya harus jadi bemper pemerintah, kepala saya sudah botak, capek saya. Tapi kalau penghargaan buat saya harus diberhentikan, tidak masalah juga. Saya syukuri, saya bilang sama Presiden terima kasih. Alhamdulillah hikmahnya besar.
Hal-hal itu pernah Anda sampaikan langsung ke Presiden?Melalui Pak Sudi (Mensesneg), melalui ajudan presiden, saya kan belum sempat ketemu. Saya bilang terima kasih, saya selalu loyal kepada beliau (SBY), siapapun. Siapa lagi yang menghormati Presiden kalau bukan kita. Saya diberhentikan tidak apa-apa, ini yang terbaik.
Mungkin kalau lanjut ada lagi kesengsaraan buat saya karena fitnah buat saya tidak berhenti. Sekarang yang terjadi apa? Kok berbalik, pada puji-puji saya. Saya tidak butuh dipuji. Saya minta masyarakat objektif saja, coba tunjukkan satu saja kesalahan saya, saya bilang ke wartawan coba tunjukkan satu saja kalau ada saya mundur. Dari seribu yang saya lakukan tidak ada kesalahannya.
Pak Sudi bilang tidak ada kesalahan, Pak Menkopolhukam bilang tidak ada kesalahan. Pak Amir (Menkumham) bilang kata Presiden juga tidak ada kesalahan, saya diganti ya sudah terjemahkan saja sendiri, saya tidak perlu mengulas.
Apa rencana Anda setelah tak jadi menteri? Begini, kalau saya bekerja tidak perlu ada pamrih, saya bekerja ikhlas. Saya tidak memikirkan jabatan tapi kalau memang ada amanah diberikan kepada saya demi untuk kemaslahatan orang banyak, saya pertimbangkan dong. Ya saya juga banyak dapat informasi tapi saya katakan sekali lagi saya bekerja untuk bapak presiden, nggak usah terlalu berangan-angan jadi ini-itu. Saya santai-santai saja kok!
Saya jadi menteri dua tahun saja alhamdulillah. Dari 240 juta rakyat Indonesia tidak sampai 500 orang dari negara ini merdeka baru berapa jadi menteri di Kumham ini. Sejarah mencatat kita menteri, Alhamdulillah kan. Yang penting kita berhenti tidak dalam keadaan cacat, makanya hampir seluruh staf Kumham menangis seperti anak-anak. Bukan hanya di pusat, di daerah juga. Mereka menelepon saya menangis, karena apa? Karena mereka lagi mesra dengan saya, makanya saya bilang yang saya sesalkan diri saya mengapa saya tidak bisa melanjutkan perjuangan mulia ini, saya kerja kok tapi ya sudah lah mau diapain .
Anda akan kembali lagi ke politik?Ya tentu lah saya kan dari PAN, saya juga pengurus di DPP, saya pasti kembali mengurusi partai juga. Ya semuanya lah kita pikirkan.
Belajar Politik? Siapa Takut :)
Label:
Pengetahuan
0 komentar:
Posting Komentar